Perludem: Kini Kotak Kosong di Pilkada Dimainkan Elite untuk Bodohi Rakyat
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati atau yang akrab disapa Ninis, menolak keras fenomena kotak kosong yang kian marak sejak Pilkada 2015.
Padahal, menurut dia, awalnya kotak kosong ini dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan ruang bagi publik sebagai bentuk protes hadirnya calon tunggal dalam kontestasi kepala daerah.
“Tapi ternyata ini kok semacam dimanfaatkan gitu ya, karena trennya terus naik, (Pilkada) 2015 kalau tidak salah ada tiga, 2017 ada sembilan, 2018 ada 16, 2020 ada 25. Nah 2024 ini trennya ada yang bilang mungkin bisa jadi dua kali lipatnya mungkin 50-an daerah,” ujar Ninis tegas dalam diskusi bertajuk ‘Kecurangan Pilkada 2024: dari Dinasti, Calon Tunggal, dan Netralitas ASN’, Jakarta, Selasa (13/8/2024).
Ia melanjutkan, “Bahkan mungkin di provinsi ada yang mau diupayakan kosong, masa sekelas provinsi dengan penduduk banyak calonnya cuma satu. Enggak sehat banget gitu buat demokrasi kita dan kita sebagai pemilih semacam dikasih kayak buah simalakama saja.”
Ninis pun menyinggung soal kemenangan kotak kosong di Makassar saat Pilkada 2018. Ia takut hal itu terulang. Sebab, pada aturan lalu, bila kotak kosong yang menang maka pilkada selanjutnya dilakukan pada jadwal pilkada terdekat.
Yang dikhawatirkan, tutur dia, bila terulang lagi di Pilkada Serentak 2024, karena bisa memberikan celah bagi pemerintah memperpanjang masa jabatan Penjabat (Pj) kepala daerah,
“Tapi sekarang di 2024 kalau misalnya kolom kosong yang menang, di 2024 Pilkada terdekatnya kapan? 2029. Jadi kita kayak ‘oh ya sudah tidak apa-apa kamu menangi kolom kosong tapi tidak ada kepala daerah definitif ya nanti diisi oleh Pj atau plt’. Kita harus menunggu lima tahun, jadi kita sebagai masyarakat kayak dipermainkan saja, kayak tidak punya daya, kita nonton saja elite mengotak-atik pencalonan,” tutur Ninis.
Beri Komentar (menggunakan Facebook)