Daya Beli Anjlok, Bisnis Susah Hingga Pengangguran Melonjak, Kado Pahit HUT RI Periode Akhir Jokowi
Daya beli melemah, kehidupan kelas menengah semakin susah, gelombang PHK di mana-mana, pengangguran dan kemiskinan beradu cepat, semuanya menjadi kado pahit perayaan HUT ke-79 Republik Indonesia (RI).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey menyebut, deflasi selama 3 bulan bertutur-turut sejak Mei hingga Juli 2024, bukan pertanda baik. Menunjukkan rakyat tak banyak berbelanja, alias semakin ‘ndelosornya’ daya beli masyarakat.
Ketika daya beli terkulai, kata Roy, Bank Indonesia (BI) mematok suku bunga acuan (BI rate) yang cukup tinggi yakni 6,25 persen. Dampaknya, bisnis sulit mendapat tambahan modal karena mahalnya suku bunga. “Apalagi suku bunga BI rate kita masih tinggi 6,25, ini tidak baik bagi permintaan,” kata Roy, Jakarta, dikutip Kamis (15/8/2024).
Roy memperkirakan, kinerja ritel di paruh kedua tahun ini, bakalan sulit bergerak alias stagnan. Bertumbuhnya tak akan jauh-jauh dari capaian semester II-2023 sekitar 4,8 persen-4,9 persen.
Selanjutnya, Roy hanya bisa berharap kepada pemerintahan anyar yang bakal digawangi Prabowo subianto-Gibran Rakabuming Raka, menyiapkan berbagai stimulus untuk memulihkan daya beli.
“Misalnya, program bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan sosial lainya dilanjutkan. cakupannya diperluas hingga kelas menengah ke bawah. Mereka yang penghasilannya tak sesuai dengan kenaikan harga barang,” ungkapnya.
Khusus untuk mendongkrak bisnis ritel yang sedang melemah, Roy menyarankan pemerintah memberikan insentif fiskal berupa perpajakan, subsidi tarif listrik, hingga insentif upah pekerja ritel.
“Sebanyak 65 persen pekerja ritel merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) yang layak diberikan bantuan upah,” ungkapnya.
Amuk PHK tak Terbendung
Pelan tapi pasti, amuk Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK tak bisa dihindari di Indonesia. Semester I-2024, angka PHK masih 32.064 orang. Sebulan kemudian, angka melebar menjadi 44.195 orang.
“PHK sudah 44.195 orang,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kementerian ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, Selasa (13/8/2024).
Jika mengacu kepada data Kemnaker, jumlah PHK per 31 Juli 2024 sebanyak 42.863 orang. Didominasi industri pengolahan seperti tekstil, garmen dan alas kaki sebanyak 22.356 orang. Sedangkan non industri pengolahan sebanyak 20.507 orang.
Ada lima industri dengan jumlah PHK terbanyak hingga 31 Juli 2024, yakni : industri pengolahan (22.356 orang); aktivitas jasa lainnya (11.656 orang); pertanian, kehutanan, dan perikanan 2.918 orang; pertambangan dan penggalian (2.771 orang); perdagangan besar dan eceran (1.902 orang).
Sedangkan provinsi yang jumlah PHK-nya terbesar adalah Jawa Tengah menggeser Jakarta, sebanyak 13.722 orang. Angka PHK di jateng didominasi sektor industri pengolahan sebanyak 13.271 orang.
Namun Jateng tidak sendiri, ditemani Jakarta dengan angka PHK 7.469 orang, Banten sebanuyak 6.359 orang, Jawa Barat sebanyak 5.567 orang, dan Sulawesi Tengah sebanyak 1.812 orang.
Beri Komentar (menggunakan Facebook)